KINERJA UKM DI INDONESIA

Nama  : AGIL SUSILO

NPM    : 30208051

Kelas   : 3 DD 03

KINERJA UKM DI INDONESIA
Di Indonesia, di lihat dari jumlah unit usahanya yang sangat banyak di semua sektor ekonomi dan kontribusinya yang besar terhadap penciptaan kesempatan kerja dan sumber pendapatan, khususnya di daerah pedesaan dan bagi rumah tangga berpendapatan rendah, tidak dapat diingkari betapa pentingnya UKM. Selain itu, selama ini kelompok usaha tersebut juga berperan sebagai salah satu motor penggerak bagi pembangunan ekonomi dan komunitas lokal. Data terakhir dari BAPPENAS menunjukkan bahwa pada tahun 2002, ada sekitar 41,3 juta Usaha Kecil dengan rata-rata penjualan per tahun kurang dari Rp. 1 miliar, atau sekitar 99,85 % dari jumlah perusahaan di Indonesia. Pada tahun yang sama, ada 61.052 perusahaan dari kategori Usaha Menengah, dengan rata-rata penghasilan per tahun lebih dari Rp. 1 miliar tetapi kurang dari Rp. 50 miliar, atau sekitar 0,15 % dari jumlah unit usaha (data terlampir)
Dalam era globalisasi dan perdagangan bebas, UKM memiliki peranan baru yang lebih penting lagi yaitu sebagai salah satu faktor utama pendorong perkembangan dan pertumbuhan ekspor non-migas dan sebagai industri pendukung yang membuat komponen-komponen dan spare parts untuk UB lewat keterkaitan produksi misalnya dalam bentuk subcontracting.

Kontribusi UKM Terhadap Kesempatan Kerja dan PDB
UKM di Indonesia sangat penting terutama dalam hal penciptaan kesempatan kerja. Argumentasi ini didasarkan pada kenyataan bahwa, di satu pihak, jumlah angkatan kerja di Indonesia sangat berlimpah mengikuti jumlah penduduk yang besar, dan di pihak lain, Usaha Besar (UB) tidak sanggup menyerap semua pencari pekerjaan. Ketidak sanggupan UB dalam menciptakan kesempatan kerja yang besar disebabkan karena memang pada umumnya kelompok usaha tersebut relatif padat modal, sedangkan UKM relatif padat karya. Kedua umumnya UB membutuhkan pekerja dengan pendidikan formal yang tinggi dan pengalaman kerja yang cukup, sedangkan UKM khusunya UK sebagian pekerjanya berpendidkan rendah. Data dari BAPPENAS menunjukkan bahwa pada tahun 2002, lebih dari 68 juta orang bekerja di UK, atau sekitar 88,7 % dari jumlah kesempatan kerja di Indonesia. Ini berarti suatu kenaikan sebesar 2,65 % atau sekitar 1,76 juta orang dibandingkan tahun 2001; walaupun selama masa krisis (1997-1998) sempat mengalami penurunan sekitar 17,6 %. UM tahun 2001 mempekerjakan 7,9 juta orang, dan naik 4,7 %, atau hampir 372 ribu orang menjadi 8,2 juta orang tahun 2002 (data terlampir).
Dalam bentuk kontribusi terhadap pembentukan PDB (atas harga berlaku), UK menyumbang sekitar 41,2 % tahun 2002 dibandingkan 40 % tahun 2001. Kontribusi terbesar berasal dari sektor pertanian, bukan dari sektor industri manufaktur. Struktur kontribusi PDB ini menunjukkan bahwa UK di Indonesia masih lebih kuat di sektor pertanian, bukan di sektor industri seperti Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan. Selama masa krisis (1997-1998) kegiatan di UK mengalami penurunan yang cukup besar dengan pertumbuhan output –19,3 %, dimana sektor-sektor yang paling parah adalah sektor pertambangan; dan sektor listrik, gas, dan air. Setelah periode (1999-2002) kinerjanya jauh lebih baik, hanya di sektor pertambangan dan sektor tranport dan komunikasi, output UK tumbuh pesat selama periode tersebut. Sementara itu output yang dihasilkan oleh UM menyumbang 19,8 % terhadap pembentukan PDB nasional tahun 1997 (sebelum krisis), tetapi tahun 2000 kontribusi PDB-nya mengalami penurunan menjadi 16,3 %. Selama krisis, laju pertumbuhan output UM secara total –34,5 %, dan di beberapa sektor bahkan output UM mengalami laju penurunan di atas total, seperti misalnya di sektor pertambangan, sektor industri manufaktur dan sektor bangunan. Setelah krisis sedikit produksi di UM mengalami sedikit perbaikan dengan pertumbuhan rata-rata per tahun –4,8 %; dan di beberapa sektor output UM tumbuh rata-rata positif. Pangsa PDB dari UB praktis tidak mengalami perubahan yang signifikan selama periode 1997-2000, dan selama krisis juga mengalami pertumbuhan negatif. Hanya di dua sektor output UB tetap tumbuh positif yakni di sektor pertambangan; dan sektor keuangan, sewa dan jasa. Selama periode 1998-2000, rata-rata pertumbuhan output UB mengalami suatu perbaikan yang sangat signifikan, walaupun masih negatif, dan di banyak sektor mengalami pertumbuhan positif. Sebagai suatu perbandingan, UK dominan di beberapa sektor seperti sektor pertanian dan perdagangan, sektor hotel dan restoran dengan pangsa PDB UK di sektor pertanian mencapai 82 %. UM kuat, namun tidak dominan, hanya di sektor keuangan, sewa dan jasa; walaupun pangsanya mengalami penurunan dari 46 % tahun 1998 menjadi 39 % tahun 2000. Sedangkan UB dominan di empat sektor: pertambangan; industri manufaktu, listrik, gas dan air, dan jasa-jasa lainnya (data terlampir).

Kinerja Ekspor
Kemampuan UKM Indonesia untuk menembus pasar global atau meningkatkan ekspornya atau menghadapi produk-produk impor di pasar domestik ditentukan oleh suatu kombinasi antara sejumlah faktor keunggulan relatif yang dimiliki masing-masing perusahaan atas pesaing-pesaingnya.
Keunggulan suatu negara atau industri dalam persaingan global selain ditentukan oleh keunggulan komparatif yang dimilikinya yang diperkuat dengan proteksi atau bantuan dari pemerintah, juga sangat ditentukan oleh keunggulan kompetitifnya.
Faktor-faktor yang diduga punya pengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap kinerja ekspor UKM dapat dibedakan antara faktor-faktor dari sisi permintaan dan faktor-faktor dari sisi penawarannya.
Baik di sisi permintaan maupun di sisi penawaran, tidak semua faktor-faktor tersebut merupakan variabel-variabel bebas, melainkan terdapat sejumlah interdependent variables.
Variabel-variabel tersebut saling mempengaruhi satu sama lainnya tidak hanya terjadi dalam kelompok masing-masing, tetapi juga terjadi lintas kelompok.
Sejak pemerintah menerapkan kebijakan promosi ekspor nonmigas, khususnya manufaktur pada pertengahan decade 1980-an, ekspor Indonesia telah mengalami proses diversifikasi yang berlangsung relatif lambat dibandingkan di negara-negara tetangga seperti Thailand, Malaysia, dan Singapura.
Pertumbuhan ekspor dari kategori produk-produk berteknologi rendah dan padat karya memberi suatu kesempatan besar bagi IKM di Indonesia untuk meningkatkan partisipasinya dalam peningkatan ekspor manufaktur nasional.
Peranan UKM dalam pembentukan/pertumbuhan ekspor Indonesia masih kecil. UK dan UM masing-masing hanya menyumbang 2,23 % dan 10,73 % tahun 1999 dan 2,02 % dari 11,30 % tahun 2000.
Nilai ekpor IK lebih rendah dibandingkan nilai ekport IM, apalagi jika dibandingkan dengan nilai eksport IB, yang mencerminkan bahwa IK masih lemah dalam ekspor.

Liberalisasi Perdagangan
Persetujuan putaran Uruguay dalam GATT tanggal 15 Desember 1983 di Geneva dan terbentuknya WTO di Maroko tahun 1994 dimaksud untuk memberlakukan liberalisasi perdagangan dunia yang bukan hanya bebas (free trade) tetapi juga adil (fair trade).
Tujuan akhir yang hendak dicapai melalui persetujuan WTO tersebut adalah untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat dunia, yang diharapkan dapat dicapai lewat peningkatan volume perdagangan dunia.
Di satu pihak, liberalisasi perdagangan dunia pasti akan memberi banyak peluang bagi semua usaha di semua sektor, tidak hanya yang masuk dalam kategori tradeables tetapi juga yang non-tradeables.
Bagi banyak UKM, khususnya UK di negara-negara berkembang tidak terkecuali Indonesia, keharusan memenuhi standarisasi internasional seperti di atas dalam periode jangka pendek bisa merupakan suatu rintangan baru (mungkin lebih sulit atau ruwet dibandingkan kesulitasn pemasaran akibat penerapan tarif proteksi) bagi produk-produk mereka untuk menembus padar dunia khususnya di negara-negara industri maju.
Agar suatu perusahaan dapat bersaing di era perdagangan bebas, baik di pasar eksport, ada dua kondisi utama yang perlu dipenuhi. Pertama, lingkungan internal dalam perusahaan harus kondusif, yang mencakup banyak aspek, mulai dari kualitas SDM, penguasaan teknologi dan informasi, struktur organisasi, sistem manajemen, kultur/budaya bisnis, kekuatan modal, jaringan bisnis dengan pihak luar, hingga tingkat entrepreneurship. Kedua, lingkungan eksternal harus juga kondusif, yang terdiri dari lingkungan domestik dan lingkungan global.

Kebutuhan Memfokuskan Pada Gender
Jumlah perempuan yang terlibat sebagai wirausaha di UKM, khususnya UK, di Indonesia cukup signifikan, baik sebagai pemilik atau sebagai pimpinan usaha atau sebagai manajer bersama dalam usaha suami. Kewirausahaan perempuan memiliki tradisi yang kuat terutama di sektor perdagangan kecil (eceran), dan industri makanan dan minuman, pakaian jadi, termasuk batik, industri kayu dan barang dari kayu, bamboo, dan rotan, termasuk perabot rumah tangga dan kosmetika yang memang merupakan bisnis yang didominasi oleh kaum perempuan.
Lebih dari 50 % dari jumlah unit usaha yang dipimpin oleh perempuan terdapat di subsektor-subsektor pertanian hingga pertambangan.
Pentingnya sektor perdagangan bagi perempuan, tidak hanya sebagai pengusaha tetapi juga sebagai pekerja, dapat juga dilihat dari data agregat menurut sektor ekonomi.
Selain sektor pertanian, sektor perdagangan, hotel, dan restoran menjadi konsentrasi terbesar kedua bagi perempuan.
Di negara-negara berkembang/miskin, termasuk Indonesia, banyak perempuan melakukan kegiatan ekonomi di luar rumah seperti menjadi pedagang kecil, pemilik warung dan membantu suami mengelola usaha rumah tangga semata-mata untuk menambah pendapatan keluarga.
Semakin bisnis bersifat formal atau semakin modern atau skala usaha semakin besar atau intensitas modalnya semakin tinggi, semakin sedikit perempuan yang terlibat di dalamnya seagai pengusaha.
Secara hipotesis, dapat diduga bahwa ada suatu korelasi negatif antara tingkat partisipasi perempuan sebagai pengusaha dan skala usaha atau tingkat modernisasi usaha.
Ada perbedaan antara perempuan pengusaha dan pengusaha lelaki, yang ditentukan terutama oleh budaya dan aspek-aspek yagn menyentuh seperti penilaian sosial/masyarakat umum terhadap perempuan karier, beban rangkap (sebagai ibu rumah tangga dan pelaku bisnis) dan keterbatasan mobilitas.
Perempuan di UKM bekerja lebih keras dengan jam kerja yang lebih panjang dibandingkan rekan laki-laki mereka; namun, di pihak lain, perempuan serng juga dianggap kurang berani mengambil risiko, sehingga implikasinya adalah bahwa usaha-usaha yang dipimpin oleh perempuan bersifat kurang dinamik.

Pengembangan UKM Yang Kondusif Terhadap Gender
Baru-baru ini program-program pengarusutamaan gender telah dimasukkan ke dalam kebijaksanaan-kebijaksanaan dari sebagian besar negara Eropa. Pendekatan pengarusutamaan gendr adalah bagian dari perjanjian-perjanjian Uni Eropa (UE). Sebagai suatu langkah awal semua negara-negara UE diinstruksikan untuk membuat data terpereinci mengenai gender sebagai suatu pra-kondisi untuk mengidentifikasikan permasalahan-permasalahan dan kebutuhan spesifik dan untuk memonitor kemajuan terhadap Kesetaraan gender di dalam segala aspek kehidupan masyarakat. Langkah-langkah kebijaksanaan konkrit selama ini memfokuskan pada undang-undang anti diskriminasi, langkah-langkah yang disepakati dan regulasi-regulasi kuota. Seperti di Indonesia, sebagian besar negara-negara maju baru saja memulai mengembangkan pendekatan-pendekatan spesifik untuk mempromosikan perempuan pengusaha-pengusaha.
Kebijaksanaan-kebijaksanaan dan program-program penunjang UKM di UE yang sepanjang sejarah terfokus pada sektor industri manufaktur yang didominasi oleh laki-laki, secara perlahan difokuskan ke sektor-sektor ‘perempuan’ seperti pariwisata, perdagangan, dan pelayanan kesehatan.
Kadangkala, keterampilan-keterampilan teknik perempuan kurang berkembang, hingga harus dicerminkan dalam isi, kemampuan berbahasa dan kasus-kasus yang disediakan dalam pelatihan.

Menuju Lingkungan UKM Yang Lebih Ramah Terhadap Gender
Keuletan yang membuat banyak perempuan wirausaha dapat bertahan atau bahkan ada yang menunjukkan kinerja yang baik seharusnya menjadi perhatian utama para pembuat kebijaksanaan untuk meningkatkan kesempatan perempuan dalam menggunakan keterampilan wirausaha dan manajerial mereka. Langkah-langkah kebijaksanaan yang harus diambil menyangkut:
1. Tinjauan atas prioritas sektor
2. Meningkatkan kesadaran gender
3. Mendukung lingkungan gender yang kondusif
4. Mempromosikan penghargaan masyarakat terhadap perempuan wirausaha
5. Peningkatan akses perempuan pengusaha terhadap pembiayaan
6. Penyederhanaan persyaratan-persyaratan birokratis dan peningkatan informasi mengenai pajak
7. Pengembangan pusat-pusat informasi mengenai wanita untuk UKM
8. Merefleksikan aspek-aspek khusus gender di dalam program-program pelatihan UKM.
9. Mengintegrasikan gender ke dalam pembuatan kebijakan UKM
10. Penguatan peran asosiasi-asosiasi usaha.
11. Mengumpulkan data disagregat gender.

Tinggalkan komentar